Kamis, Agustus 10, 2017
DOLAN KE BOROBUDUR INTERNATIONAL FESTIVAL DAN SEKITARAN CANDI BOROBUDUR
Kamis, Agustus 10, 2017BOROBUDUR INTERNATIONAL FESTIVAL Anyyeong georges, bulan Juli kemaren ini jadi bulan yang random dan absurd banget di kehidupan saya...
BOROBUDUR
INTERNATIONAL FESTIVAL
Anyyeong georges, bulan
Juli kemaren ini jadi bulan yang random dan absurd banget di kehidupan saya
selama 2017. Banyak banget hal nggak terduga yang saya alamin dan saya lakukan.
Salah satu dari sekian banyak hal tak terduga itu adalah, bisa berkunjung ke
Borobudur International Festival. Event ini merupakan event 4 tahunan yang
diadakan oleh Kementrian Pariwisata di Candi Borobudur, dan berlangsung dari
tanggal 28 – 30 Juli 2017. Tapi saya cuma ikut acaranya tanggal 29 Juli 2017.
Tanggal 29 Juli 2017,
pukul 11.00 WIB saya berangkat dari Semarang bersama Mbak Mara naik motor
menuju ke Magelang. Yakk benar sekali, kita adalah Anak Jalanan (wanita-wanita
tangguh) yang berjuang demi nonton BIF sekalian liburan ke Magelang. Kita sampai
di Magelang sekitar pukul 13.00 WIB, pas banget waktunya makan siang. Langsung aja
dong kita pergi makan sambil leyeh-leyeh selonjoran dengan muka kucel yang
habis diterpa angin dan polusi jalanan.
By the way, kita dapet
akses masuk free pass karena kita merupakan anggota GenPI Jateng. GenPI Jateng
aposeh Lee? GenPI (Generasi Pesona Indonesia) Jateng ini sekumpulan anak muda
yang kece dan gahul macem saya yang membantu mempromosikan serta memperkenalkan
destinasi pariwisata ke kancah International. Weleh-weleh keren nggak tuh? Hayo
sok atuh follow sosmed nya di @genpijateng biar tau. Pukul 17.30 WIB kita
berangkat ke Komplek Candi Borobudur dan menuju ke Taman Lumbini, tempat dimana
Borobudur International Festival diselenggarakan.
Sebelum acara dimulai, para penampil pada foto dulu nih di depan panggung, dan banyak juga pengunjung yang ikut berfoto sama penampil. Sayangnya saya nggak sempet ndusel ikutan foto sama penampil karena banyaknya yang minta foto, akhirnya saya cuma foto foto mereka yang udah pose aja deh.
Sebelum acara dimulai, para penampil pada foto dulu nih di depan panggung, dan banyak juga pengunjung yang ikut berfoto sama penampil. Sayangnya saya nggak sempet ndusel ikutan foto sama penampil karena banyaknya yang minta foto, akhirnya saya cuma foto foto mereka yang udah pose aja deh.
(aduh maaf banget yo mas, muka mu rak ketok)
Tepat pukul 19.00 acara dibuka oleh mas Fahmi dari Magelang, yang menjelaskan tentang event-event yang diadakan selama acara BIF, yaitu food festival, pameran budaya, serta pagelaran seni yang di ikuti oleh seniman Indonesia dan juga seniman luar negeri, seperti India, China dan Jepang. Dengan adanya event BIF ini, harapannya bisa menarik wisatawan local maupun manca Negara untuk berkunjung ke candi Borobudur dan sekitarnya.
Penampilan pertama kita
langsung disuguhkan dengan yang panas panas seperti api cinta ku padamu
#OposihLee, yaitu Perang Obor dari Jepara. Baru awal penampilan tapi yang
nonton udah bejibun memadati arena panggung, luar biasa sekali pemirsa.
Nah sebelum ada penampil
ketiga, disisipin deklarasi dari GenPI Jateng di 6 Karesidenan. Mas Shafiq
selaku ketua GenPI bilang “Semoga kami (GenPI Jateng) bisa mempromosikan
pariwisata Indonesia khususnya Jawa Tengah agar makin dikenal di masyarakat
luas”.
Lanjut ke panampil
ketiga, ada penampilan Tari Gandrung dan Tari Tanjung Menangis dari Nusa
Tenggara Barat. Tari Gandrung awalnya
digunakan untuk menghibur para prajurit setelah pulang dari medan perang. Katanya
sih tari ini udah ada sejak jaman Majapahit loh, lama banget kan yhea. Kalau Tari
Tanjung Menangis ini mengisahkan tentang putri raja yang mengidap suatu
penyakit, karena penyakit itulah sang Raja mengadakan sayembara dimana kalau
wanita yang berhasil menyembuhknnya maka akan dijadikan saudara sang putri,
akan tetapi jika seorang lelaki yang berhasil menyembuhkan maka sang Raja akan
menikahkan ia dengan sang putri. Suatu hari ada seorang kakek yang berhasil
menyembuhkan sang putri, akan tetapi karena Raja tak ingin putrinya menikah
dengan sang kakek, Raja mengingkari janjinya itu. Sang kakek yang merasa
ditipu, kemudian kembali ke asalnya dengan sampan yang ia labuhkan di tanjung. Putri
yang mengetahui hal tersebut mengejar sang kakek dan berlari ke tanjung dengan
menangis dan akhirnya tenggelam di tanjung tersebut.
Selain nonton pertunjukan
yang dibawakan oleh penampil, kita juga sempet mengelilingi stand food festival
yang ada disana, banyak banget makanan yang dijual mulai dari bakmi jawa sampai
ayam geprek pun ada disana. Karena sudah malam, saya nggak berani makan berat
karena takut gendut L jadi saya memutuskan untuk membeli Kopi
Liar Lereng Manoreh untuk oleh-oleh papi saya dirumah.
DOLAN
SEKITARAN CANDI BOROBUDUR
Keesokan paginya, tanggal
30 Juli 2017 pukul 04.00 WIB saya sudah dibangunkan Mbak Mara, untuk siap siap pergi
ke Punthuk Setumbu melihat sunrise. Jarak antara punthuk setumbu dan penginapan
sekitar 5,3 Km. Deket banget kan? Tapi jangan salah, medan yang kita lalui juga
nggak main main karena kita harus melewati jalan berkelok dan naik turun. Untung
mbak Mara wonderwoman coba kalo mbak Mara catwomen, belum tentu doi dan saya
bisa sampe ke Punthuk Setumbu.
Masuk ke kawasan Punthuk
Setumbu kita dikenai tiket Rp. 15.000/orang. Untuk sampai ke Punthuk Setumbu
kita msih harus jalan kaki naik. Psstt untuk kalian yang mau kesini jangan lupa
pakai sepatu kets ya soalnya jalanan disini licin. Waktu sudah sampai diatas,
sepertinya matahari tertutup awan sehingga kita tidak bisa melihat sunrise
secara maksimal. Jadi ya kita foto-foto di spot spot kece yang ada disini ajah.
Walaupun gagal melihat
sunrise di Punthuk Setumbu, kita masih ingin melanjutkan perjalanan ke
destinasi selanjutnya yaitu ke Rumah Doa Bukit Rhema atau lebih dikenalnya
sebagai Gereja Ayam, tempat syuting AADC2 itu loh. Oke, perjalanan menaiki
jalan yang lumayan terjal pun kita lalui lagi demi melihat keindahan Rumah Doa
Bukit Rhema.
Untuk memasuki kawasan
Rumah Doa Bukit Rhema, kita dikenakan biaya masuk lagi yaitu Rp. 15.000/orang.
Tapi tiketnya jangan kalian buang ya, soalnya ntar tiketnya bisa ditukerin sama
ketela goreng di restoran yang ada di Rumah Doa.
Perjalanan ke Rumah Doa
Bukit Rhema sama sekali nggak terasa, walaupun kalau dipikir-pikir cukup jauh
juga kita berjalan. Soalnya kita ditemenin sama 3 anak anak asli dari daerah
sana yang bernama Hilal, Izam dan Agung, oh iya dan juga marmut kesayangan
mereka.
Sampai di Rumah Doa,
suasana disana cukup sepi karena memang masih pagi dan kebanyakan wisatawan
masih berkumpul di Punthuk Setumbu, jadi kita bisa puas puasin foto disini. Hal
yang agak disesalin adalah, harusnya kita menunggu sunrise disini saja soalnya
diatap Gereja kita bisa melihat sunrise dengan jelas. Tips buat yang mau nonton
sunrise, mendingan kalian langsung datengnya kesini aja, soalnya di Punthuk
Setumbu rame binggow shay.
Yakkk mungkin segitu dulu
cerita liburan yang bisa saya share ke kalian. Semoga bermanfaat, hope you
enjoy it.