REVIEW 13 REASONS WHY (SERIES) AND ALL ABOUT BULLYING

Baru baru ini saya marathon nonton series 13 Reasons Why berkat rekomendasi salah satu akun film di twitter, iya saya anak twitter ba...



Baru baru ini saya marathon nonton series 13 Reasons Why berkat rekomendasi salah satu akun film di twitter, iya saya anak twitter banget jadi saya lebih update di twitter daripada di blog. 13 Reasons Why menceritakan tentang kehidupan Hannah Baker dan bagaimana ia memutuskan untuk bunuh diri. Sebelum bunuh diri Hannah Baker membuat 13 rekaman di dalam kaset dan memberikan kaset tersebut kepada orang-orang yang menjadi alasan dia bunuh diri. 13 rekaman yang menceritakan alasan ia bunuh diri akan disajikan pada tiap episode yang totalnya berjumlah 13 episode.

(source: www.google.com)

Series yang ditayangkan pada saluran berbayar Netflix ini menuai beragam kontoversi mulai dari keresahan orang tua yang takut anaknya akan memutuskan bunuh diri setelah menonton tayangan sampai dukungan dari simpatisan terkait depresi yang mudah menimpa anak anak jaman sekarang.
Terlepas dari hal itu saya malah sangat menyukai series ini dan saya merekomendasikan series ini untuk ditonton remaja sambil didampingi oleh orang tua agar sekaligus mengawasi serta mengedukasi anak anak mereka.


Cerita dimulai ketika 2 minggu semenjak kematian Hannah, teman sekelasnya yang bernama Clay Jensen menemukan suatu kotak yang di dalamnya berisi kaset kaset rekaman yang dibuat oleh Hannah. Jika Clay memutuskan untuk mendengarkan rekaman itu maka ia akan menemukan alasan dan bagaimana cerita kehidupan Hannah Baker. Pergolakan batin yang sangat rumit terjadi disini, terutama karena sifat Clay yang introvert dan menurut saya terlalu polos dan egois yang membuat saya ingin marah marah disepanjang saya nonton series ini. Semengesalkan itulah seorang Clay? Kalau penasaran tonton saja seriesnya.


Oke langsung aja saya kasih review menurut saya, sepanjang saya nonton marathon series ini entah mengapa saya bisa merasakan apa yang dialami Hannah beserta emosi yang tertuang dalam tiap episode, mungkin ini terasa lebay tapi kenyataannya saya merasakan emosi itu. Berbagai macam bullying yang diterima Hannah dari teman teman disekitarnya, sexual harassment dan sexist humor yang dianggap lucu oleh anak laki-laki dan dirasa wajar dikalangan mereka tetapi tidak untuk Hannah, penghianatan temannya satu persatu yang diterima Hannah, beban mental yang diterimanya karena ia dianggap wanita murahan, sampai pada pemerkosaan yang dialami oleh dia. Semua itu Hannah terima ketika ia masih menjadi pelajar di sebuah Sekolah Menengah Atas. Jujur saja tiap episode yang saya tonton benar benar mamainkan emosi saya sebagai seorang wanita. Mungkin sebagaian yang menonton bakal merasa alasan itu biasa saja, melihat bagaimana di lingkungan kita kebanyakan orang tidak sadar telah melakukan salah satu alasan tersebut dan dianggap wajar.


Series ini mengajarkan kita untuk lebih peduli kepada orang orang terdekat kita, karena kadang orang yang terlihat baik-baik saja belum tentu dalam keadaan baik. Banyak orang merasa kesepian, banyak orang butuh teman untuk sekedar jalan bareng dan untuk berbagi cerita. Orang yang kita anggap wanita murahan belum tentu wanita murahan, kadang kita terlalu termakan gossip yang beredar disekitar kita tanpa mempertimbangkan fakta yang sebenarnya. Satu lagi yang sangat relevan pada kehidupan nyata yang juga tertuang pada series ini yaitu, wanita lebih kejam terhadap sesama wanita untuk memperlihatkan bahwa ia lebih baik. Di series ini adegan itu diperlihatkan pada kaset tentang Courtney, dimana ia bersikap “so nice” but actually not so nice at all. Emangnya apa yang sudah dilakukan Courtney kepada Hannah sehingga dia menjadi salah satu penyebab Hannah bunuh diri? Tonton aja seriesnya.

Tindakan bullying memang menjadi kasus yang banyak terjadi di kalangan pelajar, bahkan ini sudah ada sejak saya masih piyik. Tindakan bullying sendiri merupakan kesenangan tersendiri bagi para pelaku, akan tetapi tidak pada korban. Seringnya korban merasakan depresi karena dengan dirinya di bully otomatis dia tidak mempunyai teman di sekolah yang menyebabkan dia tidak bisa berbagi cerita ataupun sekedar berkeluh kesah. Kenapa korban bullying biasanya tidak punya teman? Karena orang takut berteman dengan korban bullying, berteman dengan orang yang terkena bullying sama saja dirinya ingin ikut di bully. Miris bukan? Ya tapi itu merupakan suatu fakta yang terjadi di sekitar kita tanpa kita sadari. Menurut saya peran orang tua yang bisa menjadi teman dibutuhkan dijaman seperti sekarang ini, setidaknya anak merasa ada teman ngobrol, memperhatikan dan menyayanginya di rumah.
Yaaakk mungki segitu saja yang bisa saya bahas, mohon kritik dan komen J

You Might Also Like

5 komentar

  1. Selain netflix bisa ditonton dimana? Download kalo bisa hehe

    Apa punya CD nya? Pinjem

    BalasHapus
    Balasan
    1. bisa download di torrent kak, atau streaming aja di indoxxi
      ketemu saya juga bisa nanti daku kasih heheheh

      Hapus
  2. Selain netflix bisa ditonton dimana? Download kalo bisa hehe

    Apa punya CD nya? Pinjem

    BalasHapus
  3. emang bullying itu terkesan sepele tapi membunuh secara perlahan, dan terkadang bisa aja kita ngelakuin hal itu tapi kita sendiri gak sadar

    BalasHapus
    Balasan
    1. bener banget kak, kebanyakan dilakukan secara nggak sadar juga

      Hapus